Hukum Gagal Membendung Diskriminatif pada Difable: Adakah Cara Efektif?

Kasus serupa kembali terjadi. Penganiyayaan penyandang disabilitas terjadi di warung pecel lele pada Selasa (2/3/2021).

Dikutip dari Instagram sekigar Garut, penyandang disabilitas itu dianiyaya oleh seorang pria berswiter putih. Dari tangkapan video tersebut, pelaku kesal karena penyandang disabilitas (korban) enggan diurusi (disuapi makan) oleh temannya berkaos hitam.

Menurut ungkapan pria berkaos hitam pada vidieo tersebut, Pria berswiter putih (pelaku) dibawah pengaruh alkohol. Kejadian ini bukan pertama. Jauh sebelumnya, bahkan sebelum PBB pada 1992 menggagas hari disabilitas internasional pada 3 Desember, marak terjadi di belahan dunia.

Indonesia pun, mulai memerangi rasisme pada penyandang disabilitas dengan Ratfikasi gagasan PBB tentang hak penyandang disabilitas melalui UU 19/2011. Pada UU tersebut berisi soal hak khusus disabilitas.

Akan tetapi, kejadian rasisme pada penyandang disabilitas tidak bisa dibendung. Menurut Indrawati, Kabid Perlindungan Anak, Penyandang Disabilitas dan Psycososial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, disebabkan karena prinsip superior dan inferior.

“Masih banyak masyarakat yang menomorduakan disabilitas. Padahal, disabilitas itu sebetulnya sama dengan kita. Hanya saja kita harus care dengan kebutuhan mereka,” terangnya.

Kejadian pada malam, Selasa (2/3) di warung pecel lele salah satu bentuk diskriminatif. Sebab pelaku, yang mengklaim dirinya superior, tidak dituruti kemauannya oleh korban, yang dipandang inferior. Berangkat dari posisi direndahkan itulah muncul tindakan senonoh pelaku.

Penulis : M Haydar

Editor : Andi H