Indonesia Pusaka: Do’a Panjang Ismail Marzuki untuk Kita

Sesosok tubuh tertidur pulas dalam pangkuan istrinya, dibelai rambutnya dengan penuh kehangatan. Namun sayang, sesaat kemudian tak ada nafas yang terdengar, tidak ada sedikitpun gerakan dari tubuhnya, juga tak ada sepatah katapun yang diucapkannya, sang pemilik tubuh telah ditinggalkan ruhnya. Jasadnya telah tiada namun nama dan karyanya tetap hidup sampai saat ini.

Sosok tersebut ialah Ismail Marzuki, seorang komponis yang begitu produktif. Lirik-lirik lagunya dipenuhi dengan jiwa Nasionalis, syair-syairnya yang begitu kuat, lantunan melodi yang begitu indah didengar dan abadi sampai hari ini menjadi ciri khas dari komposer kebanggaan bangsa ini.

Ismail Marzuki sering terlihat betah berlama-lama memutar berbagai macam lagu dan mendengarnya tanpa bosan. Beliau dikenal sebagai musisi yang dikenal memiliki kebebasan berekspresi, bergerak dari satu jenis aliran musik ke musik lainnya, juga seorang jenius yang mudah menuangkan lagunya dari beragam tema. Bukan cuma musik barat seperti jazz, ia juga menjadikan lagu-lagu daerah sebagai bahan inspirasinya.

Semasa hidupnya Ismail Marzuki menulis lebih dari 250 karya yang sampai hari ini masih sering dilantunkan dan didengarkan, diantaranya adalah Indonesia Pusaka, Halo-Halo Bandung, Sabda Alam, Juwita Malam dan masih banyak lagi. Diantara sekian banyak karyanya, lagu yang berjudul Rayuan Pulau Kelapa yang diciptakannya ditahun 1944 sempat diputar setiap harinya oleh TVRi.

Memulai karirnya sebagai seorang komponis, lagu “O Sarinah” merupakan karya pertamanya, lagu yang menceritakan kondisisi bangsa yang tertindas di tahun 1931.
Kejujuran hati serta kepedulian beliau terhadap kondisi bangsa ini didalam karya-karyanya menjadi nilai tersendiri. Sehingga namanya diabadikan sebagai pusat taman seni budaya di Jakarta.

Sampai kini karya-karyanya sering dibawakan oleh musisi tanah air, diantaranya Gugur Bunga (1945) – Oldtimers, Rayuan Pulau Kelapa (1944) – Endank Soekamti, Juwita Malam (1950) – Slank, Indonesia Pustaka (1949) – Rossa, Wanita (1948) – Paul Latumahina, Sabda Alam (1950) – D’Masiv, Rindu Lukisan (1950)- Memes,Halo Halo Bandung (1946) – Cokelat, O Sarinah (1931) – Waldjinah, Sepasang Mata Bola (1946) – Sheila On 7.

Seperti sebuah pepatah mengatakan “gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama,” begitu pula dengan Ismail Marzuki. Kini, tak hanya nama besar yang ia miliki namun karya nya akan tetap abadi .

Penulis: Afina Aji Bangkit