Soal Ketimpangan Pembangunan, Gus AMI: Tidak Bisa Parsial dan Perlu Inovasi

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Abdul Muhaimin Iskandar mengatakan, diperlukan komitmen kuat dalam suatu formula, inovasi, serta terobosan baru untuk mengatasi ketimpangan pembangunan yang terjadi di Indonesia.

Hal ini, kata dia, dimulai dari perubahan paradigma kebijakan pembangunan, ditopang kelembagaan yang mapan, didukung infrastruktur dan insentif, serta pengawasan ketat dalam implementasi di lapangan.

“Satu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa ketimpangan pembangunan masih menjadi paradoks yang menyertai dalam proses pembangunan bangsa ini. Mengatasinya tidak bisa parsial serta perlu inovasi atau terobosan baru,” kata Abdul atau yang akrab disapa Gus AMI, dalam keterangan tertulis, Senin (14/6/2021).

Pernyataan itu ia sampaikan saat menghadiri Regional Meeting Kawasan Teluk Tomini dan Maluku Utara (Malut) di Gorontalo, Sabtu (12/6/2021).

Menurut Gus AMI, ketimpangan nyaris terjadi secara multidimensi, yakni antarwilayah, antarsektor, dan antar kelompok pendapatan.

Selama hampir 30-40 tahun yang lalu, fenomena ketimpangan spasial muncul akibat dari pemusatan kegiatan pembangunan.

“Tentu saja ini semua bisa dilihat dari kesenjangan Jawa dan luar Jawa, pedesaan dan perkotaan, kawasan Indonesia Barat dan Indonesia Timur, wilayah hinterland dan wilayah perbatasan, bahkan dalam satu wilayah yang sama,” imbuh Gus AMI.

Oleh karena itu, lanjut dia, negara wajib mengemban peran etisnya untuk menyelamatkan setiap jengkal wilayah dan penduduk.

Kewajiban tersebut sebuah nilai moral yang tak boleh ditawar karena sudah menjadi tanggung jawab sebuah negara.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyebut, program-program nasional pembangunan pada ujungnya harus dihadapkan pada pertanyaan mendasar.

Pertanyaan mendasar yang dimaksud yakni apakah sebuah kebijakan mampu mengajak seluruh rakyat mengalami mobilitas bersama atau hanya mengajak segelintir kelompok dan hanya pelaku ekonomi.

“Dalam konteks ini, posisi keberpihakan yang tak bisa ditawar adalah bahwa negara melalui kebijakan publiknya harus mampu menjebol berbagai kebuntuan dalam seluruh dimensi pembangunan,” ucap Gus AMI.

Hal tersebut, guna mencegah agar ketimpangan tidak menjadi problem akut yang justru menjadi virus ganas pembangunan.

“Terlebih, untuk menghindari semua pihak terjebak dalam sangkar besi pembangunan itu sendiri,” ujar Gus AMI.

Nilai strategis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Dalam kesempatan tersebut, Gus AMI turut memaparkan nilai strategis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) berbasis perdesaan di kawasan Teluk Tomini.

“Pertama, pengembangan KEK berbasis perdesaan di wilayah ini hendak menyuguhkan sebuah model pembangunan ekonomi berbasis partisipatif, serta melibatkan peran masyarakat secara aktif,” ucapnya.

Sebab, imbuh Gus AMI, kawasan tersebut berkembang pesat dalam pembangunan, memiliki sumber daya alam (SDA) melimpah, serta sektor-sektor wisata yang bisa diunggulkan.

Kedua, pengembangan KEK berbasis perdesaan harus bisa menggali potensi yang ada di desa-desa, sehingga mampu menjadi salah satu lokomotif pertumbuhan.

“Menurut saya pilihan pengembangan KEK berbasis perdesaan di wilayah kawasan Teluk Tomini tepat dan sesuai momentumnya,” imbuh Gus AMI.

Terbukti, saat kondisi ekonomi bangsa ini terpuruk akibat hantaman Covid-19. Keempat provinsi dan kabupaten-kabupaten di dalam wilayah Teluk Tomini dapat bertransformasi menjadi daerah dengan daya tahan ekonomi kuat.

Hal tersebut terjadi karena wilayah Teluk Tomini memiliki basis pertanian, kelautan, dan wisata yang kuat dan mampu menjadi penyangga.

“Ketiga, bergesernya lokus-lokus pertumbuhan yang tidak hanya terkonsentrasi di kota-kota besar. Dengan demikian, pembangunan berperan penting dalam menjadikan daerah dan desa sebagai titik tumpu,” jelasnya.

Selain berbicara mengenai potensi ekonomi Teluk Tomini, Gus AMI berpedapat bahwa saat ini perlu adanya penggeseran lokus pertumbuhan ke desa-desa di Indonesia.

“Sudah saatnya negara harus mewujudkan peran etisnya dalam bentuk intervensi kebijakan untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang,” imbuhnya.

Sebagai informasi, dalam regional meeting tersebut turut dihadiri oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Jazilul Fawaid, dan Anggota DPR RI M Hasanuddin Wahid.

Hadir pula Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Agung Firman Sampurna, Rektor Universitas Negeri Gorontalo (UNG) Eduart Wolok, Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) Longki Djanggola, Sekretaris Daerah (Sekda) Gorontalo Sulut diwakili Asisten II, Malut diwakili sekda, 26 bupati dan walikota, serta rektor beberapa perguruan tinggi dari dari empat provinsi tersebut, hingga akademisi, dan non-governmental organization (NGO).