
Peningkatakan minat bermain game di Indonesia tidak sedikit yang merespon dengan rasa khawatir akan menurunnya prestasi belajar. Di saat yang bersamaan, fenomena ini justru berpeluang me-biakan calon prestasi di ajang olahraga dan perolehan ekonomi. Maka dari itu, Ketua Komisi X mendorong Menpora untuk jadikan E-sport bahasan utama dalam RUU SKN.
Game online, baik berperangkat mobile atau PC, pertama dikenalkan menjadi cabang olahraga (Cabor) pada 2018, bertepatan dengan perhelatan Asian Games, e-sport secara resmi diperkenalkan sebagai salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan.
Sementara itu pertumbuhan e-sport di Indonesia pun semakin pesat. Apalagi semenjak pandemi bermain game online jadi alternatif menjalani interaksi sosial bersama teman. Saking pesatnya, merujuk data mobile gamer, Indonesia menempati posisi teratas se-Asia Tenggara soal intensitas bermain game online.
Akan tetapi sejumlah orang tua mengkhatirkan peningkatan minat bermain game jadi menurunkan minat belajar.
Fenomena pertumbuhan dan kekhawatiran ini ditanggapi Komisi X DPR RI dan Menpora yang mana tengah membahas lebih lanjut Rancangan Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional (RUU SKN).
Ketua Komisi X, Syaiful Huda, menerangkan jika pemerintah tidak cepat tanggap. Pertumbuhan minat bermain game akan menimbulkan dampak negatif. Sebaliknya jika ditanggapi dengan cepat fenomena ini akan menjadi moment meningkatnya perolehan prestasi anak bangsa.
“Indonesia menjadi salah satu pasar terbesar game online di dunia. Fenomena ini harus dikanalisasi melalui pembinaan, kompetisi, hingga dukungan industri sehingga meminimalkan dampak negatif dan memperbesar potensi kemanfaatan yang bisa diraih,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Selasa (5/10/2021).
Huda mengutarakan temuannya. Di level masyarakat respon menyangkut e-sport ini cukup antusias. Ditandai dengan munculnya kelembagaan yang mengelola e-sport. Temuan informasi ini membuat Huda dan pihak komisi x lainnya meminta Menpora segera hadirkan regulasi untuk e-sport.
“Bahkan saat ini telah muncul beberapa klub e-Sport yang melakukan aktivitas kompetisi, pembinaan, hingga transfer pemain. Kami menerima informasi jika transfer pemain e-Sport tidak kalah nilainya atau bahkan lebih besar dibandingkan transfer pemain sepak bola di tanah air,”
Huda mengusulkan bahwa pemerintah juga harus memiliki peta jalan untuk e-sport agar pembinaan menyentuh berbagai level.
“Pemerintah harus punya peta jalan yang jelas terkait pembinaan e-Sport di tanah air mulai dari level amatir hingga level professional. Pun juga di level daya dukung seperti penyelenggaraan kompetisi, pengaturan klub e-Sport, hingga pengelolaan sponsorship harus dikelola dengan baik,” katanya.
Dengan adanya peta jalan yang jelas. Huda menjelaskan, kelembagaan yang mengelola e-sport akan tertata rapih. Sehingga setiap pihak, mulai dari atlet, developer, fans, sponsorship akan mudah dalam menjalin kolaborasi dalam upaya mencetak prestasi anak negeri dan perolehan ekonomi.
“Kelembagaan pengelolaan e-Sport yang solid bisa menjadi salah satu kunci keberhasilan pengembangan e-Sport di tanah air. Sebaliknya jika proses pelembagaan pengelolaan e-Sport ini amburadul, maka bisa jadi kita hanya menjadi penonton dari berkembangnya cabor baru yang potensial baik secara ekonomi maupun prestasi,” katanya.
Dipungkasi Huda, jika pemerintah gagap merespon fenomena ini. Kekhawatiran orang tua atas kegemaran anaknya bermain game menjadi nyata.
“Pengelolaan e-Sports secara serius juga akan menjadi kanal untuk meminimalkan dampak negatif game online. Anak-anak yang main game online akan punya visi jika mereka main tidak sekadar hobi tapi juga upaya mencetak prestasi,” katanya.
Haydar