Dunia pendidikan masih ringkih, kualitas potensi sumber daya manusia Indonesia hanya menduduki peringkat 96 dari 173 negara. Taraf kesejahteraan guru mengkhawatirkan bahkan kini paling banyak terjerat Pinjol.
Selama kiprahnya di Parlemen, Syaiful Huda terbilang getol memperjuangkan kualitas pendidikan Indonesia dan kesejahteraan guru. Bagi Huda, kualitas pendidikan jadi indikator majunya sebuah bangsa di samping pembangunan yang bersifat fisik. Hasil temuannya, sistem pendidikan tak akan terselenggara dengan optimal jika guru masih berjibaku dengan kebutuhan sehari-sehari.
Dalam upaya mewujudkan kesejahteraan itu, Huda berpandangan, sertifikasi 1 juta guru pertahun dan program 1 juta guru honorer diangkat jadi PPPK harus dituntaskan. Meski demikian, Huda mengingatkan program PPPK ini sebenarnya skema jangka pendek, skema jangka panjangnya guru diangkat jadi PNS.
“ Karena profesi yang melibatkan keteladanan dan pengabdian adalah guru.”
Selain nasib guru yang terabaikan, pendidikan di Indonesia pun masih menghadapi rendahnya partasipasi sekolah di tingkat perguruan tinggi. Data dari BPS soal angka partisipasi sekolah (APS) Indonesia pada 2023 di kelompok usia 19-23 tahun masih rendah hanya di angka 28,96 persen.
Begitupun dengan fasilitas sekolah yang peserta didik dapatkan cenderung belum merata jika dibandingkan sekolah di daerah dengan di kota. Hal ini menjadi salah satu faktor kualitas potensi SDM Indonesia menduduki peringkat 96 dari 173 negara.
Bagi Huda hal ini akibat dari alokasi anggaran Kemendikbudristek masih belum sepenuhnya mencerminkan mandatory undang-undang. Anggaran pendidikan yang mandatory spending nya 20 persen APBN alias Rp660,8 triliun. Tapi Kemendikbud hanya dianggarkan Rp 97,7 triliun.
“ Ini sedang kami perjuangkan. Menganggarkan untuk pendidikan itu investasi, bukan buang-buang duit,”